Implikasi pemberlakuan RUU ITE
Teknologi informasi dan komunikasi
adalah peralatan sosial yang penuh daya, yang dapat membantu atau mengganggu
masyarakat dalam banyak cara. Semua tergantung pada cara penggunaannya,
perkembanagan dunia cyber atau dunia teknologi informasi dan kumunikasi telah
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
cepat, perubahan peradaban manusia secara global, dan menjadikan dunia ini
menjadi tanpa batas, tidak terbatas oleh garis teritotial suatu negara.
Kehidupan masayarakat modern yang
serba cepat menjadikan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi menjadi
sesuatu harga mutlak, menjadi sesuatu kebutuhan primer yang setiap orang harus
terlibat didalamnya kalau tidak mau keluar dari pergaulan masyarakat dunia,
tetapi pemanfa’aatn teknologi informasi dan komunikasi ini tidak selamanya
dimanfa’atkan untuk kesejahtraan, kemajuan dan peradaban manusia saja.
Di sisi lain teknologi informasi dan
komunikasi ini menjadi suatu senjata ampuh untuk melakukan tindakan kejahatan,
seperti marakanya proses prostiutsi, perjudian di dunia maya (internet),
pembobolan ATM lewat internet dan pencurian data-data perusahan lewat internet,
kesemuanya termasuk kedalam penyalahgunaan teknologi informasi dan kumunikasi,
atau lebih tepatnya kejahatan penyalahgunaan transaksi elektronik.
Itulah alasannya pemertintah indonesia
menggesahkan UU ITE(Informasi dan Informasi elektronik) untuk mengatur
penggunaan teknologi informasi secara luas dan tearah, demi terciptanya
masyrakat elektronik yang selalu menerapkan moral dan etika dalam seluruh aspek
kehidupanya.
Dampak Positif UU ITE
UU ITE baru disahkan pada tanggal 25
Maret 2008 oleh Kementerian Negara Komunikasi dan Informasi, sebenarnya
rancangan ini sudah dibentuk sejak tahun 2003.
Dengan UU ITE ini, para penyedia
konten akan terhindar dari pembajakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab, karena sudah ada landasan hukum yang melindungi mereka. Tapi yang kita
lihat saat ini, masih banyak yang melakukan pelanggaran terhadap UU ITE
tersebut.
UU ITE juga untuk melindungi
masyarakat dari penyalahgunaan internet, yang berimplikasi pada keberlangsungan
berbangsa dan bernegara.
Dengan adanya UU ITE ini menjadi
payung hukum aparat kepolisian untuk bertindak tegas dan selektif terhadap
penyalahgunaan internet dan bukan dijadikan alat penjegalan politik dan elit
tertentu atau mementingkan segolongan orang.
UU ITE itu juga dapat mengantisipasi
kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan
hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang atau kegiatan ekonomi
lainnya lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet dapat
meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU ITE juga membuka peluang kepada
pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak
daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet.
Dampak Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi positif UU ITE
ternyata juga terdapat sisi negatifnya. yakni banyaknya orang yang terjerat
pasal pada UU ITE misalnya saja contoh kasus Prita Mulyasari yang terjerat UU
ITE pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik yang diajukan oleh rumah sakit
OMNI Internasional secara pidana.
Sebelumnya prita Mulyasari pernah
kalah dalam sidang perdatanya dan diputus bersalah kemudian menjalani penahanan
di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang. Selain Prita Mulyasari juga ada
Luna Maya yang harus berurusan dengan UU ITE. Kasus ini berawal dari tulisan
Luna Maya dalam akun twitter yang terjerat pasal 27 ayat 3 Nomor 11 tahun 2008
tentang UU ITE.
Dalam pasal tersebut tertuliskan
bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau
mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan
/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran
nama baik. Tulisan di akun twitternya yang menyebutkan “infotainment derajatnya
lebih hina dari pada pelacur dan pembunuh”.
Sebenarnya hal itu tidak perlu untuk
ditulis dalam akun Twitternya, karena hal tersebut terlalu berlebihan apalagi
disertai dengan pelontaran sumpah serapah yang menghina dan merendahkan profesi
para pekerja infotainment.
Dari dua kasus tersebut sebenarnya
hanya hal yang kecil dan terlalu dibesar-besarkan, sebagai warga negara yang
berdemokrasi bebas untuk mengeluarkan pendapatnya atau unek-uneknya. Hanya saja
penempatannya saja yang salah. Menurut analisis saya, seharusnya Prita
Mulyasari menceritakan kasus atau curhatannya secara lisan kepada temannya
hanya lewat telepon saja tidak perlu lewat e-mail segala, yang jadi masalahnya
adalah menceritakan kasusnya via e-mail kepada temennya, jika e-mail tersebut
disebarkan oleh temannya di milis.
Terus di milis bisa di copy paste
masukin blog, blog dibaca semua orang. Nah disitulah curhatannya yang bersifat
pribadi menjadi bersifat umum, sehingga pihak yang terkait dalam surat tersebut
merasa tersinggung kemudian pihak tersebut menggugat Prita. Jadi kesalahan yang
sekecil apapun harus berhati-hati apalagi di dunia maya.
Dampak UU ITE bagi Kegiatan Transaksi Elektronik
UU ITE yang disahkan DPR pada 25
Maret lalu menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi ketinggalan dari negara lain
dalam membuat peranti hukum di bidang cyberspace law. Menurut data Inspektorat
Jenderal Depkominfo, sebelum pengesahan UU ITE, Indonesia ada di jajaran
terbawah negara yang tak punya aturan soal cyberspace law. Posisi negeri ini
sama dengan Thailand, Kuwait, Uganda, dan Afrika Selatan.
Tentu saja posisi itu jauh berada di
belakang negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan beberapa negara
berkembang lainnya, seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, dan Singapura,
mendahului Indonesia membuat cyberspace law. Tak mengherankan jika Indonesia
sempat menjadi surga bagi kejahatan pembobolan kartu kredit (carding).
Sumber:
EmoticonEmoticon